Jumat, 30 Desember 2011

UPAYA MEMPERTAHANKAN VIABILITAS MIKROORGANISME AKIBAT PENGARUH LINGKUNGAN

PENDAHULUAN
Sejarah Mikrobiologi Penemuan Mikroba

Definisi mikroba adalah sebagai ilmu yang mempelajari tentang organisme mikroskopis. Mikrobiologi berasal dari bahasa Yunani, mikros = kecil, bios = hidup dan logos = ilmu. Ilmuwan menyimpulkan
bahwa mikroorganisme sudah dikenal lebih kurang 4 juta tahun yang lalu dari senyawa organik kompleks yang terdapat di laut, atau mungkin dari gumpalan awan yang sangat besar yang mengelilingi bumi. Sebagai
makhluk hidup pertama di bumi, mikroorganisme diduga merupakan nenek moyang dari semua makhluk hidup. Awal perkembangan ilmu mikrobiologi pada pertengahan abad 19 oleh beberapa ilmuwan dan telah membuktikan bahwa mikroorganisme berasal dari mikroorganisme sebelumnya bukan dari tanaman ataupun hewan yang membusuk. Selanjutnya ilmuwan membuktikan bahwa mikroorganisme bukan berasal dari proses fermentasi tetapi merupakan penyebab proses fermentasi, misalnya buah anggur menjadi minuman yang mengandung alkohol. Ilmuwan juga menemukan bahwa mikroba tertentu menyebabkan penyakit tertentu.            Pengetahuan ini merupakan awal pengenalan dan pemahaman akan pentingnya mikroorganisme bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia. Awal abad 20 ahli mikrobiologi telah meneliti bahwa mikroorganisme mampu menyebabkan berbagai macam perubahan kimia baik melalui penguraian maupun sintesis senyawa organik yang baru. Hal inilah yang disebut dengan biohemial divesity atau keaneka ragaman biokimia yang menjadi ciri khas mikroorganisme. Disamping itu, yang penting lainnya adalah mekanisma kimia oleh mikroorganisme sangat mirip dengan unity in biochemistry yang artinya bahwa proses biokimia pada mikroorganisme adalah sama dengan proses biokimia pada semua makhluk hidup termasuk manusia. Bukti yang lebih baru menunjukkan bahwa informasi genetik pada semua organisme dari mikroba hingga manusia adalah DNA.
      Pengambilan informasi genetika dari mikrorganisme karena sifatnya sederhana dan perkembangbiakan yang sangat cepat serta adanya berbagai variasi metabolisma. Saat ini mikroorganisme diteliti secara insentif untuk mengetahui dasar fenomena biologi. Mikroorganisme juga merupakan sebagai sumber produk dan proses yang menguntungkan masyarakat, misalnya: alkohol yang dihasilkan melalui proses fermentasi dapat digunakan sebagai sumber energi. Strain-strain dari mikroorganisme yang dihasilkan melalui proses rekayasa genetika dapat diterima. Sekarang insulin yang dibutuhkan manusia dapat diproduksi dalam jumlah tak terhingga oleh bakteri yang telah direkayasa. Mikroorganisme juga mempunyai potensi yang cukup besar untuk membersihkan lingkungan, misalnya: dari tumpukan minyak di lautan dipergunakan sebagai herbisida dan insektisida di bidang pertanian. Hal ini karena mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk mendekomposisi/menguraikan senyawa kimia komplek.       Kemampuan mikroorganisme yang telah direkayasa untuk tujuan tertentu menjadikan lahan baru dalam mikrobiologi industri yang dikenal dengan bioteknologi. Jika anda membaca tentang mikroorganisme anda akan menghargai, mengagumi mikroorganisme seperti bakteri, alga, protozoa dan virus merupakan organisme yang sering tidak terlihat. Beberapa diantaranya bersifat patogen bagi manusia, hewan maupun tumbuhan. Beberapa dapat menyebabkan lapuknya kayu dan besi. Tetapi banyak diantaranya berperan penting dalam lingkungan sebagai dekomposer. Beberapa diantaranya digunakan dalam menghasilkan (manufacture) substansi yang penting di bidang kesehatan maupun industri makanan.

Leewenhoek dan Mikroskopnya
      Antony van Leeuwenhoek (1632–1723) sebenarnya bukan peneliti atau ilmuwan yang profesional. Profesi sebenarnya adalah sebegai wine terster di kota Delf, Belanda. Ia biasa menggunakan kaca pembesar untuk mengamati serat-serat pada kain. Sebenarnya ia bukan 3 orang pertama dalam penggunaan mikroskop, tetapi rasa ingin tahunya yang besar terhadap alam semesta menjadikannya salah seorang penemu mikrobiologi.
      Leewenhoek menggunakan mikroskopnya yang sangat sederhana untuk mengamati air sungai, air hujan, saliva, feses dan lain sebagainya. Ia tertarik dengan banyaknya benda-benda bergerak tidak terlihat dengan mata biasa. Ia menyebut benda-benda bergerak tadi dengan animalcule yang menurutnya merupakan hewan-hewan yang sangat kecil. Penemuan ini membuatnya lebih antusias dalam mengamati benda-benda tadi dengan lebih meningkatkan fungsi mikroskopnya. Hal ini dilakukan dengan menumpuk lebih banyak lensa dan memasangnya di lempengan perak. Akhirnya Leewenhoek membuat 250 mikroskop yang mampu memperbesar 200–300 kali. Leewenhoek mencatat dengan teliti hasil pengamatan tersebut dan mengirimkannya ke British Royal Society. Salah satu isi suratnya yang pertama pada tanggal 7 September 1974 ia menggambarkan adanya hewan yang sangat kecil, sekarang dikenal dengan protozoa. Antara tahun 1632–1723 ia menulis lebih dari 300 surat yang melaporkan berbagai hasil pengamatannya. Salah satu diantaranya adalah bentuk batang, kokus maupun spiral yang sekarang dikenal dengan bakteri.
      Penemuan-penemuan tersebut membuat dunia sadar akan adanya bentuk kehidupan yang sangat kecil dan akhirnya melahirkan ilmu mikrobiologi. Penemuan Leewenhoek tentang animalcules menjadi perdebatan dari mana asal animalcules tersebut. Ada dua pendapat, satu mengatakan animacules ada karena proses pembusukan tanaman atau hewan, melalui fermentasi misalnya. Pendapat ini mendukung teori yang mengatakan bahwa makhluk hidup berasal dari proses benda mati melalui abiogenesis. Konsep ini dikenal dengan generatio spontanea. Kedua mengatakan bahwa animalcules berasal dari animalcules sebelumnya seperti halnya organismea tingkat tinggi. Pendapat atau teori ini disebut biogenesis. Mikrobiologi tidak berkembang sampai perdebatan tersebut terselesaikan dengan dibuktikannya kebenaran teori biogenesis. Pembuktian ini dilakukan berbagai macam eksperimen yang nampaknya sederhana tetapi memerlukan waktu labih dari 100 tahun.
.
Mikroba Dengan Lingkungan
Semua makhluk hidup sangat bergantung pada lingkungan sekitar, demikian juga jasat renik. Makhluk-makhluk halus ini tidak dapat sepenuhnya menguasai faktor-faktor lingkungan, sehingga untuk hidupnya sangat bergantung kepada lingkungan sekitar. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri dari faktor lingkungan adalah dengan cara menyesuaikan diri (adaptasi) kepada pengaruh faktor dari luar. Penyesuaian mikroorganisme terhadap faktor lingkungan dapat terjadi secara cepat dan ada yang bersifat sementara, tetapi ada juga perubahan itu bersifat permanen sehingga mempengaruhi bentuk morfologi serta sifat-sifat fisiologik secara turun menurun.
Kehidupan mikroba tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Misalnya, bakteri termogenesis menimbulkan panas di dalam medium tempat tumbuhnya. Beberapa mikroba dapat pula mengubah pH dari medium tempat hidupnya, perubahan ini dinamakan perubahan secara kimia. Aktivitas mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya. Perubahan lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi mikroba. Beberapa kelompok mikroba sangat resisten terhadap perubahan faktor lingkungan. Mikroba tersebut dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan kondisi baru tersebut. Faktor lingkungan meliputi faktor-faktor abiotik (fisika dan kimia), dan faktor biotik.
ü  Faktor – faktor fisik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
1.  Pengaruh Suhu atau Temperatur
Masing-masing mikrobia memerlukan suhu tertentu untuk hidupnya. Suhu pertumbuhan suatu mikrobia dapat di bedakan dalam suhu minimum, optimum dan maksimum. Berdasarkan atas perbedaan suhu pertumbuhannya dapat di bedakan mikrobia yang psikhrofil, mesofil, dan termofil. Untuk tujuan tertentu suatu mikrobia perlu di tentukan titik kematian termal (thermal death point) dan waktu kematian termal (thermal death time)-nya. Daya tahan terhadap suhu itu tidak sama bagi tiap-tiap spesies. Ada spesies yang mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit di dalam cairan medium pada suhu 60°C, sebaliknya ,bakteri yang membentuk spora seperti genus Bacillus dan Clostridium itu tetap hidup setelah di panasi dengan uap 100°C atau lebih selama kira-kira setengah jam. Untuk sterilisali, maka syaratnya untuk membunuh setiap spesies untuk membunuh setiap spesies bakteri ialah pemanasan selama 15 menit dengan tekanan 15 pound serta suhu 121°C di dalam autoklaf.
            Di dalam keadaan basah, maka protein dari bakteri lebih cepat menggumpal daripada di dalam keadaan kering, pada temperatur yang sama. Berdasarkan ini, maka sterilisasi barang-barang gelas di dalam oven kering itu memerlukan suhu yang lebih tinggi daripada 121° C dan waktu yang lebih lama daripada 15 menit. Sedikit perubahan pH menuju ke asam atau ke basa itu sangat berpengaruh kepada pemanasan. Berhubung dengan ini, maka buah-buahan yang masam itu lebih mudah disterilisasikan daripada sayur-sayur atau daging. Untuk menentukan suhu maut bagi bakteri orang mengambil pedoman sebagai berikut: Suhu maut (Thermal Death Point) ialah suhu yang serendahrendahnya yang dapat membunuh bakteri yang berada di dalam standard medium selama 10 menit.Tapi tidak semua individu dari suatu spesies itu mati bersama-sama pada suatu suhu tertentu. Biasanya, individu yang satu lebih tahan daripada individu yang lain terhadap suatu pemanasan. Sebaliknya jika suatu standard suhu sudah ditentukan seperti pada perusahaan pengawetan makanan atau dalam perusahaan susu, maka lamanya pemanasan merupakan faktor yang berbeda-beda bagi tiap-tiap spesies. Biasanya standard suhu itu diatas titik didih dan pemanasan setinggi ini perlu bagi pemusnahan bakteri yang berspora. Umumnya bakteri lebih tahan suhu rendah daripada suhu tinggi. Hanya beberapa spesies neiseria mati karena pendinginan sampai 0° C dalam kedaan basah. Bakteri patogen yang biasa hidup di dalam tubuh hewan atau manusia dapat bertahan sampai beberapa bulan pada suhu titik beku.           Pembekuan itu sebenarnya tidak berpengaruh kepada spora, karena spora sangat sedikit mengandung air. Pembekuan bakteri di dalam air lebih cepat membunuh bakteri daripada kalau pembekuan itu di dalam buih, buih tidak membeku sekeras air beku. Bahwa pembekuan air itu menyebabkan kerusakan mekanik pada bakteri mudahlah dimaklumi, tentang efek yang lain misalnya secara kimia, kita belum tahu. Pembekuan secara perlahan-lahan dalam suhu -16°C ( es campur garam ) lebih efektif dari pada pembekuan secara mendadak dalam udara beku (-190°C). Juga pembekuan secara terputus-putus ternyata lebih efektif dari pada pembekuan secara terus menerus. Sebagai contoh, piaraan basil tipus mati setelah dibekukan putus - putus dalam waktu 2 jam, sedang piaraan itu dapat bertahan beberapa minggu dalam keadaan beku terus-menerus. Mengenai pengaruh suhu terhadap kegiatan fisiologi, maka seperti halnya dengan mahluk-mahluk lain, mikrooganisme pun dapat bertahan di dalam suatu batas-batas suhu tertentu. Batas-batas itu ialah suhu minimum dan suhu maksimum, sedang suhu yang paling baik bagi kegiatan hidup itu disebut suhu optimum.

Berdasarkan itu adalah tiga golongan bakteri, yaitu:



 
Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan baik sekali pada suhu  setinggi 55° sampai 65°C, meskipun bakteri ini juga dapat berbiak pada suhu lebih rendah atau lebih tinggi daripada itu, yaitu dengan batas-batas 40°C sampai 80°C. Golongan ini terutama terdapat didalam sumber air panas dan tempat-tempat lain yang bersuhu lebih tinggi dari 55°C.

Bakteri mesofil (mesotermik), yaitu bakteri yang hidup baik di antara 5° dan 60°C, sedang suhu optimumnya ialah antara 25° sampai 40°C, minimum 15°C dan maksimum di sekitar 55°C. Umumnya hidup di dalam alat pencernaan, kadang-kadang ada juga yang dapat hidup dengan baik pada suhu 40°C atau lebih.

 
Bakteri psikrofil (oligotermik), yaitu bakteri yang dapat hidup di antara 0° sampai 30°C, sedang suhu optimumnya antara 10° sampai 20°C. Kebanyakan dari golongan ini tumbuh di tempat-tempat dingin baik di daratan ataupun di lautan.


 
Golongan bakteri yang dapat hidup pada batas-batas suhu yang sempit, misalnya, Gonococcus itu hanya dapat hidup subur antara 30 ° dan 40 ° C, jadi batas antara minimum dan maksimum tidak terlampau besar, maka bakteri semacam itu kita sebut stenotermik. Sebaliknya Escherichia coli tumbuh baik antara 8 °C sampai 46°C, jadi beda antara minimum dan maksimum suhu di sini ada lebih besar daripada yang di sebut di atas, maka Escherichia coli itu termasuk golongan bakteri yang kita sebut euritermik. Pada umumnya dapat di pastikan, bahwa suhu optimum itu lebih mendekati suhu maksimum daripada suhu minimum.Hal ini nyata benar bagi Gonococcus dan Escherichia coli, keduanya mempunyai optimum suhu 37 °C.

 Bakteri Gonococcus

Bakteri Escherichia coli

 
Bakteri yang diplihara di bawah Temperatur tinggi melebihi temperatur maksimum akan menyebabkan denaturasi protein dan enzim. Hal ini akan menyebabkan terhentinya metabolisme. Dengan nilai temperatur yang melebihi maksimum, mikroba akan mengalami kematian. Titik kematian termal suatu jenis mikroba (Thermal Death Point) adalah nilai temperatur serendah-rendahnya yang dapat mematikan jenis mikroba yang berada dalam medium standar selama 10 menit dalam kondisi tertentu. Laju kematian termal (thermal Deat Rate) adalah kecepatan kematian mikroba akibat pemberian temperatur. Hal ini karena tidak semua spesies mati bersama-sama pada suatu temperatur  tertentu. Biasanya, spesies yang satu lebih tahan dari pada yang lain terhadap suatu pemanasan, oleh karena itu masing-masing spesies itu ada angka kematian pada suatu temperatur. Waktu kematian temal (Thermal Death Time) merupakan waktu yang diperlukan untuk membunuh suatu jenis mikroba pada suatu temperatur yang tetap.

Faktor-faktor yang mempengaruhi titik kematian termal antara lain ialah waktu, temperatur, kelembaban, bentuk dan jenis spora, umur mikrroba, pH dan komposisi medium. Contoh waktu kematian thermal (TDT/ thermal death time) untuk beberapa jenis bakteri adalah sebagai berikut :



Nama mikroba
Waktu
(menit)
Suhu (0C)
Escherichia coli
20-30
57
Staphylococcus aureus
19
60
Spora Bacilus subtilis
20-50
100
Spora Clostridium botulinum
100-330
100


2. Kelembaban dan Pengaruh Kebasahan serta Kekeringan

Mikroba yang tahan kekeringan adalah yang dapat membentuk spora, konidia atau dapat membentuk kista. Bakteri sebenarnya mahluk yang suka akan keadaan basah, bahkan dapat hidup di dalam air. Hanya di dalam air yang tertutup mereka tak dapat hidup subur, hal ini di sebabkan karena kurangnya udara bagi mereka. Tanah yang cukup basah baiklah bagi kehidupan bakteri. Banyak bakteri yang mati jika terkena udara kering. Meningococcus, yaitu bakteri yang menyebabkan meningitis, itu mati dalam waktu kurang daripada satu jam, jika digesekkan di atas kaca obyek. Sebaliknya,spora-spora bakteri dapat bertahan beberapa tahun dalam keadaan kering.

Pada proses pengeringan, air akan menguap dari protoplasma. Sehingga kegiatan metabolisme berhenti. Pengeringan dapat juga merusak protoplasma dan mematikan sel. Tetapi ada mikrobia yang dapat tahan dalam keadaan kering, misalnya mikrobia yang membentuk spora dan dalam bentuk kista. Adapun syarat-syarat yang menentukan matinya bakteri karena kekeringan itu ialah Bakteri yang ada dalam medium susu, gula, daging kering dapat bertahan lebih lama daripada di dalam gesekan pada kaca obyek. Demikian pula efek kekeringan kurang terasa, apabila bakteri berada di dalam sputum ataupun di dalam agar-agar yang kering. Pengeringan ditempat yang terang itu pengaruhnya lebih buruk daripada pengeringan ditempat yang gelap. Pengeringan pada suhu tubuh (37°C) atau suhu kamar (+ 26 °C) lebih buruk daripada pengeringan pada suhu titik-beku. Pengeringan di dalam udara efeknya lebih buruk daripada pengeringan di dalam vakum ataupun di dalam tempat yang berisi nitrogen.



3. Pengaruh Perubahan Nilai Osmotik        

Tekanan osmosis sebenarnya sangat erat hubungannya dengan kandungan air. Apabila mikroba diletakkan pada larutan hipertonis, maka selnya akan mengalami plasmolisis, yaitu terkelupasnya membran sitoplasma dari dinding sel akibat mengkerutnya sitoplasma. Apabila diletakkan pada larutan hipotonis, maka sel mikroba akan mengalami plasmoptisa, yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke dalam sel, sel membengkak dan akhirnya pecah. Berdasarkan tekanan osmose yang diperlukan dapat dikelompokkan menjadi (1) mikroba osmofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar gula tinggi, (2) mikroba halofil, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada kadar garam halogen yang tinggi, (3) mikroba halodurik, adalah kelompok mikroba yang dapat tahan (tidak mati) tetapi tidak dapat tumbuh pada kadar garam tinggi, kadar garamnya dapat mencapai 30 %. Contoh mikroba osmofil adalah beberapa jenis khamir. Khamir osmofil mampu tumbuh pada larutan gula dengan konsentrasi lebih dari 65 % (aw = 0,94). Contoh mikroba halofil adalah bakteri yang termasuk Archaebacterium, misalnya Halobacterium. Bakteri yang tahan pada kadar garam tinggi, umumnya mempunyai kandungan KCl yang tinggi dalam selnya. Selain itu bakteri ini memerlukan konsentrasi Kalium yang tinggi untuk stabilitas ribosomnya. Bakteri halofil ada yang mempunyai membran purple bilayer, dinding selnya terdiri dari murein, sehingga tahan terhadap ion Natrium.



4. Kadar Ion Hidrogen (pH)

Mikroba umumnya menyukai pH netral (pH 7). Beberapa bakteri dapat hidup pada pH tinggi (medium alkalin). Contohnya adalah bakteri nitrat, rhizobia, actinomycetes, dan bakteri pengguna urea. Hanya beberapa bakteri yang bersifat toleran terhadap kemasaman, misalnya Lactobacilli, Acetobacter, dan Sarcina ventriculi. Bakteri yang bersifat asidofil misalnya Thiobacillus. Jamur umumnya dapat hidup pada kisaran pH rendah. Apabila mikroba ditanam pada media dengan pH 5 maka pertumbuhan didominasi oleh jamur, tetapi apabila pH media 8 maka pertumbuhan didominasi oleh bakteri.

Atas dasar daerah-daerah pH bagi kehidupan mikroorganisme dibedakan menjadi 3 golongan besar yaitu:

a.       Mikroorganisme yang asidofilik, yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-5,0

b.      Mikroorganisme yang mesofilik (neutrofilik), yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara 5,5-8,0

c.       Mikroorganisme yang alkalifilik, yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara 8,4-9,5 Suhu, lingkungan, gas dan pH adalah faktor-faktor fisik utama yang harus dipertimbangkan di dalam penyediaan kondisi optimum bagi pertumbuhan kebanyakan spesies bakteri.

           

Nama mikroba
Ph
minimum
optimum
Maksimum
Escherichia coli
Proteus vulgaris
Enterobacter aerogenes
Pseudomonas aeruginosa
Clostridium sporogenes
Nitrosomonas spp
Nitrobacter spp
Thiobacillus Thiooxidans
Lactobacillus acidophilus
4,4
4,4
4,4
5,6
5,0-5,8
7,0-7,6
6,6
1,0
4,0-4,6
6,0-7,0
6,0-7,0
6,0-7,0
6,6-7,0
6,0-7,6
8,0-8,8
7,6-8,6
2,0-2,8
5,8-6,6
9,0
8,4
9,0
8,0
8,5-9,0
9,4
10,0
4,0-6,0
6,8


Untuk menumbuhkan mikroba pada media memerlukan pH yang konstan, terutama pada mikroba yang dapat menghasilkan asam. Misalnya Enterobacteriaceae dan beberapa Pseudomonadaceae. Oleh karenanya ke dalam medium diberi tambahan buffer untuk menjaga agar pH nya konstan. Buffer merupakan campuran garam mono dan dibasik, maupun senyawa-senyawa organik amfoter. Sebagai contoh adalah buffer fosfat anorganik dapat mempertahankan pH diatas 7,2. Cara kerja buffe adalah garam dibasik akan mengadsorbsi ion H+ dan garam monobasik akan bereaksi dengan ion OH-

5. Tegangan Muka
Tegangan muka mempengaruhi cairan sehingga permukaan cairan tersebut menyerupai membran yang elastis. Seperti telah diketahui protoplasma mikroba terdapat di dalam sel yang dilindungi dinding sel, maka apabila ada perubahan tegangan muka dinding sel akan mempengaruhi pula permukaan protoplasma. Akibat selanjutnya dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba dan bentuk morfologinya. Zat-zat seperti sabun, deterjen, dapat mengurangi tegangan muka cairan/larutan. Umumnya mikroba cocok pada tegangan muka yang relatif tinggi.

6. Pengaruh Sinar
Kebanyakan bakteri tidak dapat mengadakan fotosintesis, bahkan setiap radiasi dapat berbahaya bagi kehidupannya. Sinar yang nampak oleh mata kita, yaitu yang bergelombang antara 390 m μ sampai 760 m μ, tidak begitu berbahaya; yang berbahaya ialah sinar yang lebih pendek gelombangnya, yaitu yang bergelombang antara 240 m μ sampai 300 m μ. Lampu air rasa banyak memancarkan sinar bergelombang pendek ini. Lebih dekat, pengaruhnya lebih buruk. Dengan penyinaran pada jarak dekat sekali, bakteri bahkan dapat mati seketika, sedang pada jarak yang agak jauh mungkin sekali hanya pembiakannya sajalah yang terganggu. Spora-spora dan virus lebih dapat bertahan terhadap sinar ultra-ungu. Sinar ultra-ungu biasa dipakai untuk mensterilkan udara, air, plasma darah dan bermacam-macam bahan lainya. Suatu kesulitan ialah bahwa bakteri atau virus itu mudah sekali ketutupan benda-benda kecil, sehingga dapat terhindar dari pengaruh penyinaran. Alangkah baiknya, jika kertas-kertas pembungkus makanan, ruang-ruang penyimpan daging, ruang-ruang pertemuan, gedung-gedung bioskop dan sebagainya pada waktu-waktu tertentu dibersihkan dengan penyinaran ultra-ungu.

ü Faktor – faktor kimia yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
Pada umumnya kerusakan bakteri dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
A.    Oksidasi
Zat zat seperti H2O2,Na2BO4 mudah benar melepaskan O2 untuk menimbulkan oksidasi. Klor didalam air menyebabkan bebasnya O2, sehingga zat ini merupakan desinfektan.

B.     Koagulasi atau penggumpalan protein
Zat seperti perak, tembaga dan zat-zat organik seperti fenol, etanol menyebabkan terjadinya penggumpalan protein. Dan protein yang menggumpal itu telah mengalami denaturasi dan tidak dapat berfungsi lagi.

C.    Depresi dan ketegangan permukaan
Sabun dapat mengurangi ketegangan permukaan oleh karena itu dapat menyebabkan hancurnya bakteri.


·         Beberapa Desinfektan dan Antiseptic adalah sebagai berikut :
a.      Fenol Dan Senyawa-Senyawa Lain Yang Sejenis
            Larutan fenol 2 sampai 4% berguna bagi desinfektan. Kresol atau kreolin lebih baik khasiatnya daripada fenol. Lisol ialah desinfektan yang berupa campuran sabun dengan kresol; lisol lebih banyak digunakan daripada desinfektan-desinfektan yang lain. Karbol ialah lain untuk fenol. Seringkali orang mencampurkan bau-bauan yang sedap, sehingga desinfektan menjadi menarik.

b.      Formaldehida (CH2O)
            Suatu larutan formaldehida 40% biasa disebut formalin. Desinfektan ini banyak sekali digunakan untuk membunuh bakteri, virus, dan jamur. Formalin tidak biasa digunakan untuk jaringan tubuh manusia, akan tetapi banyak digunakan untuk merendam bahanbahan laboratorium, alat-alat seperti gunting, sisir dan lain-lainnya pada ahli kecantikan.

c.       Alkohol
            Etanol murni itu kurang daya bunuhnya terhadap bakteri. Jika dicampur dengan air murni, efeknya lebih baik. Alcohol 50 sampai 70% banyak digunakan sebagai desinfektan.

d.      Yodium
            Yodium-tinktur, yaitu yodium yang dilarutkan dalam alcohol, banyak digunakan orang untuk mendesinfeksikan luka-luka kecil. Larutan 2 sampai 5% biasa dipakai. Kulit dapat terbakar karenanya , oleh sebab itu untuk luka-luka yang agak lebar tidak digunakan yodium-tinktur.

e.       Klor Dan Senyawa Klor
            Klor banyak digunakan untuk sterilisasi air minum. Persenyawaan klor dengan kapur atau natrium merupakan desinfektan yang banyak dipakai untuk mencuci alat-alat makan dan minum.

f.       Zat Warna
            Beberapa macam zat warna dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada umumnya bakteri gram positif iktu lebih peka terhadap pengaruh zat warna daripada bakteri gram negative. Hijau berlian, hijau malakit, fuchsin basa, kristal ungu sering dicampurkan kepada medium untuk mencegah pertumbuhan bakteri gram positif. Kristal ungu juga dipakai untuk mendesinfeksikan luka-luka pada kulit. Dalam penggunaan zat warna perlu diperhatikan supaya warna itu tidak sampai kena pakaian.

g.      Obat Pencuci (Detergen)
            Sabun biasa itu tidak banyak khasiatnya sebagai obat pembunuh bakteri, tetapi kalau dicampur dengan heksaklorofen daya bunuhnya menjadi besar sekali. Sejak lama obat pencuci yang mengandung ion (detergen) banyak digunakan sebagai pengganti sabun. Detergen bukan saja merupakan bakteriostatik, melainkan juga merupakan bakterisida. Terutama bakteri yang gram positif itu peka sekali terhadapnya. Sejak 1935 banyak dipakai garam amonium yang mengandungempat bagian. Persenyawaan ini terdiri atas garam dari suatu basa yang kuat dengan komponen-komponen. Garam ini banyak sekali digunakan untuk sterilisasi alat-alat bedah, digunakan pula sebagai antiseptik dalam pembedahan dan persalinan, karena zat ini tidak merusak jaringan, lagipula tidak menyebabkan sakit. Sebagai larutan yang encer pun zat ini dapat membunuh bangsa jamur, dapat pula beberapa genus bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Agaknya alkil-dimentil bensil-amonium klorida makin lama makin banyak dipakai sebagai pencuci alat-alat makan minum di restoran-restoran. Zat ini pada konsentrasi yang biasa dipakai tidak berbau dan tidak berasa apa-apa.

h.      Sulfonamida
            Sejak 1937 banyak digunakan persenyawaan-persenyawaan yang mengandung belerang sebagai penghambat pertumbuhan bakteri dan lagi pula tidak merusak jaringan manusia. Terutama bangsa kokus seperti Streptococcus yang menggangu tenggorokan, Pneumococcus, Gonococcus, dan Meningococcus sangat peka terhadap sulfonamida. Penggunaan obat-obat ini, jika tidak aturan akan menimbulkan gejalagejala alergi, lagi pula obat-obatan ini dapat menimbulkan golongan bakteri menjadi kebal terhadapnya. Khasiat sulfonamida itu terganggu oleh asam-p-aminobenzoat. Asam-p-aminobenzoat memegang peranan sebagai pembantu enzim-enzim pernapasan, dalam hal itu dapat terjadi persaingan antara sulfanilamide dan asam-paminobenzoat. Sering terjadi, bahwa bakteri yang diambil dari darah atau cairan tubuh orang yang habis diobati dengan sulfanilamide itu tidak dapat dipiara di dalam medium biasa. Baru setelah dibubuhkan sedikit asam-p-aminobenzoat ke dalam medium tersebut, bakteri dapat tumbuh biasa.

ü  Faktor – faktor  Biologi yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme
a.      Netralisme
      Netralisme adalah hubungan antara dua populasi yang tidak saling mempengaruhi. Hal ini dapat terjadi pada kepadatan populasi yang sangat rendah atau secara fisik dipisahkan dalam mikrohabitat, serta populasi yang keluar dari habitat alamiahnya. Sebagai contoh interaksi antara mikroba allocthonous (nonindigenous) dengan mikroba autochthonous (indigenous), dan antar mikroba nonindigenous di atmosfer yang kepadatan populasinya sangat rendah. Netralisme juga terjadi pada keadaan mikroba tidak aktif, misal dalam keadaan kering beku, atau fase istirahat (spora, kista).

b.      Komensalisme
      Hubungan komensalisme antara dua populasi terjadi apabila satu populasi diuntungkan tetapi populasi lain tidak terpengaruh. Contohnya adalah:
·         Bakteri Flavobacterium brevis dapat menghasilkan ekskresi sistein. Sistein dapat digunakan oleh Legionella pneumophila.
·         Desulfovibrio mensuplai asetat dan H2 untuk respirasi anaerobic Methanobacterium.

c.       Sinergisme
      Suatu bentuk asosiasi yang menyebabkan terjadinya suatu kemampuan untuk dapat melakukan perubahan kimia tertentu di dalam substrat. Apabila asosiasi melibatkan 2 populasi atau lebih dalam keperluan nutrisi bersama, maka disebut sintropisme. Sintropisme sangat penting dalam peruraian bahan organik tanah, atau proses pembersihan air secara alami.

d.      Mutualisme (Simbiosis)
      Mutualisme adalah asosiasi antara dua populasi mikroba yang keduanya saling tergantung dan sama-sama mendapat keuntungan. Mutualisme sering disebut juga simbiosis. Simbiosis bersifat sangat spesifik (khusus) dan salah satu populasi anggota simbiosis tidak dapat digantikan tempatnya oleh spesies lain yang mirip. Contohnya adalah Bakteri Rhizobium sp. yang hidup pada bintil akar tanaman kacang-kacangan. Contoh lain adalah Lichenes (Lichens), yang merupakan simbiosis antara algae sianobakteria dengan fungi. Algae (phycobiont) sebagai produser yang dapat menggunakan energi cahaya untuk menghasilkan senyawa organik. Senyawa organik dapat digunakan oleh fungi (mycobiont), dan fungi memberikan bentuk perlindungan (selubung) dan transport nutrien / mineral serta membentuk faktor tumbuh untuk algae.

e.       Kompetisi
      Hubungan negatif antara 2 populasi mikroba yang keduanya mengalami kerugian. Peristiwa ini ditandai dengan menurunnya sel hidup dan pertumbuhannya. Kompetisi terjadi pada 2 populasi mikroba yang menggunakan nutrien / makanan yang sama, atau dalam keadaan nutrien terbatas. Contohnya adalah antara protozoa Paramaecium caudatum dengan Paramaecium aurelia.

f.       Amensalisme (Antagonisme)
      Satu bentuk asosiasi antar spesies mikroba yang menyebabkan salah satu pihak dirugikan, pihak lain diuntungkan atau tidak terpengaruh apapun. Umumnya merupakan cara untuk melindungi diri terhadap populasi mikroba lain. Misalnya dengan menghasilkan senyawa asam, toksin, atau antibiotika. Contohnya adalah bakteri Acetobacter yang mengubah etanol menjadi asam asetat. Thiobacillus thiooxidans menghasilkan asam sulfat. Asam-asam tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain. Bakteri amonifikasi menghasilkan ammonium yang dapat menghambat populasi Nitrobacter.

g.      Parasitisme
      Parasitisme terjadi antara dua populasi, populasi satu diuntungkan (parasit) dan populasi lain dirugikan (host / inang). Umumnya parasitisme terjadi karena keperluan nutrisi dan bersifat spesifik. Ukuran parasit biasanya lebih kecil dari inangnya. Terjadinya parasitisme memerlukan kontak secara fisik maupun metabolik serta waktu kontak yang relatif lama. Contohnya adalah bakteri Bdellovibrio yang memparasit bakteri E. coli. Jamur Trichoderma sp. memparasit jamur Agaricus sp.
.
PEMBAHASAN
·      Upaya Mempertahankan Viabilitas Mikroorganisme Akibat Pengaruh Lingkungan :
        Mikrobiologi adalah sebuah cabang dari ilmu biologi yang mempelajari mikroorganisme. Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan. Mikroorganisme disebut juga organisme mikroskopik. Mikroorganisme seringkali bersel tunggal (uniseluler) maupun bersel banyak (multiseluler). Namun, beberapa protista bersel tunggal masih terlihat oleh mata telanjang dan ada beberapa spesies multisel tidak terlihat mata telanjang. Virus juga termasuk ke dalam mikroorganisme meskipun tidak bersifat seluler.

·         Cara Bakteri Mempertahankan Viabilitas :
1.      Peremajaan Berkala
Peremajaan dengan cara memindahkan atau memperbarui biakan mikroba dari biakan lama ke medium  tumbuh  yang baru secara berkala, misalnya  sebulan atau dua bulan sekali. Teknik ini merupakan cara paling tradisional yang digunakan peneliti untuk memelihara koleksi egativ mikrobadi laboratorium. Cara ini jugadigunakan untuk penyimpanan dan pemeliharaan egativ mikroba yang belum diketahui cara penyimpanan jangka panjangnya. Peremajaan berkala tidak dianjurkan untuk penyimpanan  jangka panjang. Teknik ini mempunyai berbagai kendala, di antaranya kemungkinan terjadi perubahan egativ melalui seleksi varian, peluang terjadinya kontaminasi, dan terjadi kekeliruan pemberian label. Kendala tersebut memberi peluang yang lebih besar terjadinya kehilangan  isolate dibandingkan dengan teknik lain. Meskipun demikian, banyak bakteri dan  jamur  yang dapat bertahan hidup dalam tabung agar miring yang tertutup rapat hingga sepuluh  tahun atau lebih, baik didalam suhu ruang maupun dikulkas hal ini menunjukkan adanya kinerja bakteri dalam mempertahankan viabilitas perkembangannya.

2.      Penyimpanan dalam  Akuades Steril
Beberapa jenis bakteri, terutama yang berbentuk batang dan bereaksi Gram egative seperti  Pseudomonas dapat disimpan cukup lama dalam akuades steril pada suhu ruang atau suhu 10-15oC. Tidak semua bakteri dapat disimpan  dengan baik menggunakan  cara ini, misalnya pada anggota genus Pseudomonas, Agrobacterium, dan Curtobacterium. Pada  kondisi  penyimpanan ini bakteri yang disimpan masih berpeluang tumbuh dengan lambat, sehingga tidak dapat dijamin stabilitas genetiknya untuk jangka panjang. Penyimpanan dengan cara ini juga memungkinkan terjadinya kontaminasi. Oleh karena itu, cara ini lebih dianjurkan sebagai alternative penyimpanan  jangka sedang atau sebagai pendamping  penyimpanan jangka panjang.
Tahap penyimpanan mikrobadalam akuades steril adalah se-bagai berikut:
a.       Akuades steril disiapkan dalam botol dengan  tutup berdrat ukuran  25  ml, 5-10 ml/botol  atau dalam tabung ependorf.
b.      Mikroba yang akan disimpan ditumbuhkan dalam bentuk biakan murni pada medium agar miring yang sesuai.
c.       Biakan bakteri berumur 24-48 jam disimpan dengan beberapacara seperti:
1.      Menambahkan 3-5 ml akuades steril ke dalam biakan miring, mengocok tabung hingga diperoleh suspense pekat bakteri (108-109sel/ml), dan memindahkan 1 ml suspensi ke dalam tiap botol yang berisi air steril.
2.      Memindahkan satu ose biakan miring bakteri ke dalam tabung reaksi berisi 3-5 ml akuades steril, tabung dikocok hingga suspensi merata, dan memindahkan 1 ml suspensi ke dalam tiap botol yang berisi air steril.
3.      Memindahkan satu ose biakan miring bakteri langsung ke dalam tiap botol yang berisi air steril dan mengocok hingga merata.
d.      Botol ditutup rapat dan disim-pan pada suhu ruang atau suhu10-15oC
e.       Uji viabilitas mikroba dan peme-liharaan stok isolat dilakukanse-cara rutin.
f.       Penumbuhan kembali biakan dilakukan dengan mengambil botol dari tempat penyimpanan, mengocok, dan mengambil satu ose suspense dan menumbuhkan pada medium cair atau langsung pada medium agar yang sesuai.

3.      Penyimpanan dalam Minyak Mineral
Salah satu cara sederhana untuk memelihara biakan bakteri, khamir dan jamur adalah dengan cara menyimpan dalam tabung agar miring dan menutup dengan minyak mineral atau parafin cair. Dasar teknik penyimpanan ini adalah mempertahankan viabilitas mikroba dengan mencegah pengeringan medium, sehingga waktu peremajaan dapat diperpanjang hingga beberapa tahun. Beberapa jenis jamur dapat bertahan hidup sampai 20 tahun. Daya tahan hidup mikroba lebih baik apabila biakan disimpan pada suhu kulkas (4oC). Mikroba yang akan dipelihara ditumbuhkan pada tabung berisi medium agar miring atau medium cair (broth) yang sesuai, kemudian permukaan biakan ditutup dengan minyak mineral steril setinggi 10-20 mm dari permukaan atas medium. Teknik ini sederhana, tetapi kurang praktis untuk ditransportasi. Disamping itu, keberadaan minyak mineral mengakibatkan peremajaan menjadi kotor.
Cara penyimpanan dalam minyak mineral menurut adalah sebagai berikut :
a.       Penyediaan tabung reaksi dengan tutup berdrat atau botol McCartney berisi medium agar miring yang sesuai untuk mikroba yang akan dipelihara.
b.      Penyediaan minyak mineral atau parafin cair steril, diautoklaf  pada suhu 121oC selama 60 menit.
c.       Menumbuhkan mikroba yang akan disimpan dalam tabung agar miring selama 24–48 jam dan memeriksa kemurnian biakan untuk menghindari kontaminasi.
d.      Setelah mikroba tumbuh baik, parafin cair steril dimasukkan ke dalam botol secukupnya, sehingga permukaan parafin atas berada 10-20 mm di atas permukaan medium agar.
e.       Botol biakan yang telah diberi parafin cair disimpan pada suhu ruang atau dikulkas.
f.       Uji viabilitas mikroba dan pemeliharaan isolat dilakukan secara periodik dan rutin,  paling tidak setiap tahun.
g.      Penumbuhan kembali (reco- very) mikroba (bakteri, khamir) dilakukan dengan cara mengambil secara aseptik sebagian biakan dari tabung, memindahkan dan mensuspensikan pada medium cair. Minyak mineral mengapung di permukaan suspensi dan sebagian suspensi digoreskan pada medium agar yang sesuai. Biakan jamur digoreskan langsung pada medium agar.

4.      Penyimpanan Dalam Tanah Steril
Banyak bakteri dan jamur yang dapat bertahan hidup dengan baik pada tanah kering yang disimpan pada suhu ruang untuk waktu yang lama, hingga 20 tahun atau lebih. Teknik penyimpanan mikroba pada tanah kering terutama berguna untuk fungi, Streptomyces sp., dan bakteri yang membentuk spora seperti Bacillus sp., dan Clostridium sp., Rhizobium sp., juga dapat disimpan dengan baik dengan cara ini. Teknik ini mempunyai beberapa keuntungan, yaitu biaya murah, penyimpanan pada suhu ruang, dan stabilitas genetik mikroba dapat dipertahankan.
Cara penyimpanan dalam tanah steril adalah sebagai berikut:
a.       Diambil tanah yang agak liat, di kering anginkan dan diayak untuk memisahkan partikel tanah yang agak besar dan membuang sisa-sisa tanaman.
b.      Tanah yang sudah kering dan di ayak dimasukkan ke dalam tabung atau botol dengan tutup berdrat ukuran 25 ml hingga1 cm dari permukaan tutup.
c.       Tabung atau botol yang berisi tanah diberi akuades steril hingga kebasahan 50% kapasitas lapang, kemudian diautoklaf pada suhu 121oC tiga kali berturut-turut selama tiga hari masing-masing selama satu jam.
d.      Bila mana diperlukan, sterilitas tanah diuji dengan menumbuhkan contoh tanah pada medium agar.
e.       Selanjutnya, botol dioven kering pada suhu 105oC selama satu jam dan setelah dingin disimpan di dalam desikator hingga digunakan.
f.       Suspensi mikroba yang akan disimpan (sel, spora atau konidia, miselia) dibuat dalam larutan steril pepton 2% dalam akuades.
g.      Suspensi mikroba (0,1 ml) di ambil dengan pipet steril dan di masukkan ke dalam tiap botol yang telah disiapkan.
h.      Botol dikembalikan ke desikator untuk disimpan di dalamnya atau setelah kering diambil dan disimpan di ruangan.
i.        Mikroba yang disimpan diuji viabilitasnya setiap tahun dengan menumbuhkan pada medium agar.
j.        Penumbuhan kembali bakteri dilakukan dengan cara mengambil secara aseptik sebagian contoh tanah dari botol penyimpanan, memindahkan ke medium cair diikuti dengan menggoreskan suspensi medium cair pada medium agar yang sesuai atau langsung dengan menumbuhkan contoh tanah pada medium agar.

5.      Penyimpanan Menggunakan Potongan Kertas Filter
Teknik penyimpanan ini mirip teknik penyimpanan dengan lempengan gelatin. Sebagai pengganti lempengan gelatin digunakan bundaran potongan kertas filter steril. Teknik ini juga sederhana dan mudah, tetapi sangat efektif untuk penyimpanan bakteri. Namun demikian, data tentang keefektifan penyimpanan dan daya tahan hidup bakteri dalam penyimpanan masih sedikit, sehingga perlu diteliti lebih lanjut.
Tahapan teknik penyimpanan bakteri menggunakan potongan kertas filter menurut adalah sebagai berikut:
a.       Mikroba yang akan disimpan dibiakkan pada medium yang sesuai. 
b.      Suspensi pekat bakteri (108-109 sel/ml) dibuat dalam larutan pepton 1%, susu skim 1%, atau Naglutamat 1%.
c.       Bundaran kertas steril dibuat dengan alat pelubang kertas, dimasukkan ke dalam botol kecil ukuran 10 ml dengan tutup berdrat, 25-50 bundaran kertas filter/botol. Botol disterilkan de-ngan oven 105oC selama 1 jam.
d.      Beberapa tetes suspensi mikroba dimasukkan secara aseptic ke dalam botol yang berisi kertas filter hingga menjadi jenuh air.
e.       Isi botol dikering vakumkan menggunakan alat vaccum freeze dryer , kemudian ditutup rapat dan disimpan pada suhu ruang atau di kulkas.
f.       Uji viabilitas bakteri dilakukan secara periodik dan rutin, paling tidak setiap tahun.
g.      Penumbuhan kembali bakteri dilakukan dengan cara mengambil secara aseptik satu bundaran kertas filter dari botol penyimpanan, memindahkannya ke medium cair, menggoreskan suspensi medium cair pada medium agar yang sesuai, serta menginkubasikan pada suhu optimal untuk pertumbuhan mikroba.

6.      Penyimpanan In Vacuo dalam Gas Fosfopentaoksida
Teknik penyimpanan ini disebut juga teknik Sordelli, karena mula-mula ditemukan oleh Sordelli(Lapageet al., 1970). Biakan mikroba disimpan dalam serum kuda yang ditempatkan dalam tabung gelas kecil atau ampul. Tabung ini ditempatkan di dalam tabung lain yang lebih besar berisi sedikit fosfopentaoksida (P2O5) dan disimpan pada suhu ruang atau di kulkas. Teknik ini sesuai untuk penyimpanan jangka panjang bakteri,  khamir, dan jamur. Mikroba tersebut dapat bertahan hidup dengan baik selama 5-28 tahun,  tergantung pada strain mikroba yang disimpan.

·         Cara bakteri menjadi resisten terhadap antibiotika
            Meminum antibiotika untuk mengobati pilek atau penyakit yang disebabkan oleh virus, tidak hanya tidak bermanfaat tetapi juga dapat menimbulkan bahaya. Dalam jangka panjang hal ini dapat membuat bakteri menjadi lebih sulit untuk dimusnahkan. Penggunaan antibiotika yang sering & tidak sesuai keperluan dapat menghasilkan jenis bakteri baru yang dapat bertahan terhadap pengobatan yang diberikan atau yang disebut dengan resistensi bakteri. Jenis bakteri baru ini memerlukan dosis yang lebih tinggi atau antibiotika yang lebih kuat untuk dapat dimusnahkan.
            Penggunaan antibiotika mendorong perkembangan bakteri yang resisten. Setiap seseorang menggunakan antibiotika, maka bakteri yang sensitif akan terbunuh tetapi bakteri yang resisten akan tetap ada, tumbuh & bereproduksi. Penyebab utama meningkatnya bakteri yang resisten adalah penggunaan antibiotika secara berulang & tidak sesuai range terapi. Kunci untuk mengontrol penyebaran bakteri yang resisten ini adalah penggunaan antibiotika secara tepat & sesuai range terapi (takaran, frekwensi dan lama penggunaan obat).
            Beberapa pathogen membentuk suatu mekanisme untuk menetralisasi senyawa toksik yang dihasilkan oleh fagositosis, menjauhi bahkan membunuh fagositosit.
           
            Berikut beberapa cara yang dilakukan oleh pathogen:

ü  Kapsul anti Fagositosit
            Beberapa bakteri terhindar dari Fagositosis dikarenakan memiliki kapsul. Struktur permukaan kapsul tersusun atas gel hidropilik yang menghambat kerja  fagositosit. Komposisi kimia penyusun gel tersebut telah teridentifikasi pada beberapa bakteri. Pada 3 tipe Pneumococcus, gel tersebut mengandung sebagian besar molekul yang tersusun atas polimer glukosa dan asam glukuronik. Pada Bacillus antrachis mengandung polipeptida asam D-glutamic. Sedangkan beberapa bakteri lainnya (Bacillus megaterium) mengandung protein dan karbohidrat. Kapsul sangat berpengaruh terhadap kemampuan fagositosit.  Pada fase eksponensial, pertumbuhan kapsul sangat tinggi dan organisme tervirulensi dan pada fase stasioner pertumbuhan kapsul akan menurun dan organisme yang tervirulensi berkurang.

Ø  Streptococcus agalactiae mampu bertahan pada inang dalam temperature tinggi, tergantung dari kemampuannya untuk melawan fagositosis.Isolat dari Streptococcus agalactiae memproduksi kapsul polisakarida. Kapsul polisakarida tersebut tersusun atas galaktosa dan glukosa, berkombinasi dengan 2-acetamido-2-deoxyglucose, N-acetylglucosamine dan pada ujungnya terdapat asam sialik, yang memberikan muatan negatif. Kapsul polisakarida tersebut merupakan faktor virulensi yang penting. Kapsul-kapsul tersebut menghalangi fagositosis dan sebagai komplemen saat tidak ada antibodi. Hasil selanjutnya dihilangkan bersama dengan pengeluaran residu asam sialik, dan kekurangan serum antibodi untuk melengkapi antigen tidaklah opsonik. Meskipun infeksi/penyerangan bisa saja dihubungkan dengan semua serotype, namun golongan dengan kapsul serotype III mendominasi isolat dari infeksi neonatal.

ü  Produksi Senyawa Kimia Untuk Membunuh Fagosit
            Banyak antifagosit membunuh fagosit dan sukses menginfeksi. Beberapa diantaranya dapat memperbanyak diri dalam jaringan,  melepaskan materi yang dapat membunuh fagosit. Streptococci pathogen mengeluarkan haemolisin (streptolisin) yang dapat melisis sel darah merah dan berperan dalam meracun polymorphs dan makrofag.  Streptolysin O mungkin berikatan dengan kolesterol pada membran sel, dan 1-2 penambahan polymorphs, polymorph granula meledak sehingga bagian sel keluar ke sitoplama. Enzim lisosom terkurung di vakuola fagosit, membantu sel untuk fungsi pencernaan, tetapi ketika sudah cukup banyak enzim dikeluarkan ke sitoplasma mengakibatkan sitoplasma meluruh dan sel mati. Streptolysin membuat kerusakan pada lisosom, membuat fungsi sebagai”suicide bags”. Streptolysin S lebih berpotensial pada membrane. Berbagai macam haemolysin dikeluarkan oleh Staphylococci pathogen dan dapat membunuh fagosit. Tidak ada haemolytic leucocidin yang diproduksi berhubungan dengan virulensi staphylococcal. Tergolong menjadi 2 protein antigen, berperan sebagai sinergis pada membrane leukosit dan menyebabkan keluarnya granula lisosom seperti pada Streptolysin O.  Listeria monocytogenes mengeluarkan toksin sitolitik. Secara umum, polymorph lebih mudah dibunuh dibandingkan dengan makrofag, dimungkinkan karena lisosomnya lebih mudah dikeluarkan.  Entamoeba histolytica dapat membunuh polymorph dengan kontak fisik.  Peranan lain dari aksi toxic pada fagosit setelah fagositosis telah diambil alih, mengeluarkan substansi cytotoxic secara langsung melalui dinding vakuola dan kedalam sel. Fagosit dapat dikatakan mati akibat keracunan makanan. Sebagai contoh, virulen shigella membunuh makrofag tikus setelah fagositosis, mengingat avirulen shigella pasti melakukan hal yang sama dan akan terbunuh dan dimakan. Beberapa Chlamydia memperbanyak diri di dalam  makrofag setelah difagositosis dan merusak sel dengan menginduksi keluarnya kandungan  lisosom ke dalam sitoplasma. Virulen intraseluler bacteria Mycobacterium, Brucella dan Listeria banyak memperlihatkan virulensi dengan memperbanyak diri didalam makrofag. Makrofag biasanya dihancurkan dan mekanismenya belum diketahui.

ü  Menghambat dengan cara Absorpsi pada permukaan sel fagosit
            Ada cara yang dilakukan mikroorganisme untuk menghindar dari fagosit tanpa meracuni fagosit. Ketika komponen ekstraseluler Mycoplasma hominis ditambahkan pada polymorph manusia secara in vitro maka tidak terlihat secara jelas adanya absorbsi yang dilakukan oleh Mycoplasma di permukaan polymorh. Tetapi adanya antibody pada mycoplasama terjadi absorpsi, ingesti dan digesti. Kegagalan dari absorpsi tidak diketahi dengan jelas, tetapi dimungkinkan karena Mycoplasma merusak polymorph, yang ditunjukkan dengan peningkatan oksidasi glukosa dan membuat cacat pagosit E.coli hingga mati.
            Leishmania parasit mampu modulasi fungsi makrofag banyak dalam rangka untuk mempromosikan kelangsungan hidup dalam host. Sementara kita telah melihat bahwa lapisan permukaan parasit bertanggung jawab untuk memicu banyak dari efek ini, kita tidak langsung membahas mekanisme intraselular di mana sinyal dikomunikasikan. Beberapa jalur sinyal intraselular yang dimodulasi oleh Leishmania dibahas dalam bagian berikutnya :
Ø  Mycobacterium tuberolosis menyebabkan tubercolosis. Tergolong pathogen intraselular yang tumbuh dan hidup didalam sel fagositik. Bakteri ini menggunakan glikolipid dinding sel untuk mengabsobsi radikal hidroksil, anion superoksida dan oksigen yang toksik bagi beberapa spesies yang diproduksi oleh fagosit.
Ø  Streptococcus pyogenes merupakan pathogen pada manusia yang menyebabkan berbagai penyakit infeksi kulit ringan sampai sistemik, termasuk faringitis dan impetigo. Umumnya  merupakan patogen ekstraseluler yang dapat bertahan dan dapat hidup lama didalam inang dengan cara menghindari mekanisme pertahanan inang. Sehingga S.pyrogenes melakukan banyak strategi untuk menghindari system kekebalan tubuh.
Ø  Staphylococcus aureus memproduksi komponen pigmentasi yang disebut carotenoid yang dapat menetralisir singlet oxygen dan melindungi diri dari pembunuhan.
Ø  Streptococcus pneumonia Merupakan salah satu bakteri yang memiliki pertahanan terhadap fagositosis  berupa kapsul. Biasa bakteri yang memiliki kapsul resisten terhadap fagositosis. Karena kapsul dapat melindungi sel bakteri.
Ø  Leishmania merupakan parasit yang dapat menghindari makrofag dengan cara meninduksi produksi  atau sekresi beberapa sinyal molekul immunosuppressive seperti metabolit asam arachidonik, sitokinase TGF-β dan IL-10. Efeknya terjadi pada tipe sel yang berbeda, baik secara  langsung maupun tidak langsung tergantung dengan respon normal terhadap imun dan kemampuan parasit.


KAJIAN RELIGI
Di dalam Al-Quran secara tersirat Allah SWT telah menyiratkan akan pentingnya pengaruh lingkungan bagi kehidupan makhluk hidup yang ia ciptakan termasuk mikroorganisme yang juga merupakan salah satu contoh makhluk hidup ciptaan Allah SWT, hal ini tersirat dalam beberapa ayat di dalam Al-Quran diantaranya dalam:

Q.S AL BAQARAH 164        
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنزَلَ اللّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِن مَّاء فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخِّرِ بَيْنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”

Q.S ASY SYUURA 29
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَثَّ فِيهِمَا مِن دَابَّةٍ وَهُوَ عَلَى جَمْعِهِمْ إِذَا يَشَاءُ قَدِيرٌ   
Artinya : “Di antara (ayat-ayat) tanda-tanda-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata Yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya.”

TAUSYIAH
“ALLAH menguji KEIKHLASAN bila sendirian. ALLAH memberi kita KEDEWASAAN  bila ada MASALAH. ALLAH melatih KESABARAN kita dalam KESAKITAN. ALLAH tidak pernah mengambil sesuatu yang kita sayang dan kita cintai, kecuali menggantikannya dengan yang LEBIH BAIK”.
Berharap semua ini dapat diterima dan dimaknai dengan baik sehingga kita mampu menjadi orang-orang yang senantiasa BERSYUKUR atas seluruh NIKMAT yang ALLAH berikan pada kita disetiap keadaan. AMIN YA ROBBAL ‘ALAMIN.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penulisan tentang “UPAYA MEMPERTAHANKAN VIABILITAS MIKROORGANISME AKIBAT PENGARUH LINGKUNGAN” maka dapat disimpulkan bahwa :
a.       Faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, yaitu pengaruh temperatur, kelembaban dan pengaruh kebasahan serta kekeringan, pengaruh perubahan nilai osmotic, kadar ion Hidrogen (pH), tegangan muka, tekanan,  hidrostatik, pengaruh sinar.
b.      Faktor lingkungan kimia yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, yaitu Fenol Dan Senyawa-Senyawa Lain Yang Sejenis, Formaldehida (CH2O), alcohol, yodium, Klor Dan Senyawa Klor, zat warna, Obat Pencuci (Detergen), Sulfonamida, antibiotik, garam-garam logam.
c.       Faktor lingkungan biologi yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme, yaitu netralisme, komensalisme, sinergisme, mutualisme (simbiosis), kompetisi, Amensalisme (Antagonisme), parasitisme.

DAFTAR PUSTAKA

Annonymous, 2011. Mikrobiologi. http://id.wikipedia.org/wiki/Mikrobiologi . Diakses tanggal 04 Desember 2011.
Annonymous, 2011. Mikroorganisme. http://id.wikipedia.org/wiki/Mikroorganisme. Diakses tanggal 04 Desember 2011.
Annonymous, 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba. http://faktor
faktor-yang-mempengaruhi-pertumbuhan-mikroba. Diakses tanggal 08 Desember 2011.
            Annonymous, 2001. Metode Penyimpanan Dan Pemeliharaan Mikroba Dalam Mempertahankan Viabilitas.http://www.scribd.com/doc/75921669/metde-pnyimpaman-dan-pemeliharaan-mikroba-dalam-mempertahankan-viabilitas.html. Diakses Tanggal 21 Desember 2011
            Bacus, J. N. 1984. Utilization of Microorganisme In Meat Processing Research Studies. Press. ltd, England.
Fardiaz, S. 1992. Analisa Mikrobiologi Pangan. PT. Raja Grafindo Persada, Kerjasama Dengan PAU antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.
            Lay, B.W. 1994. Analisis mikroba di laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada, 1994,  Jakarta.
            Ray, B. 2004. Fundamental Food Microbiology, Third Edition. CRC Press LLC Boca Raton, Florida.
         Sudarmaji, B. Haryono dan Suhardi. 1989. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
            Waluyo, Lud. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.